METRO CIREBON, SUMBER - Lahan pertanian di Kabupaten Cirebon kini mengalami kekeringan menyusul tak kunjung datang hujan. kondisi ini mengakibatkan sejumlah warga yang selama ini menggantungkan dari penghasilan sebagai buruh tani, akhirnya terpaksa kembali mengkonsumsi nasi aking
Selain nasi aking, alternatif lain yang dilakukan para warga utnuk bertahan hidup yakni membeli beras menir atau besar halus dari sisa penggilingan. Para warga mengaku terpaksa membeli kedua bahan makan itu untuk dikonsumsi keluarganya, karena mereka tidak punya uang untuk membeli beras yang utuh
Harga nasi aking dibeli dengan harga Rp 1000, sedangkan beras menir dibeli Rp 2000 perkilonya, jauh lebih ,murah ketimbang membeli beras yang harga dirasakan sangat tinggi, terutama kaitannya dengan kondisi yang dialami saat ini
“Biasanya saya dalam satu hari dapat Rp 16 ribu sampai Rp 20 ribu dari hasil menggarap sawah orang di desa. Tapi sekarang saya tidak kerja karena sawah-sawah banyak kering,” kata salah seorang yang mengaku bernama Wasdira
Karena tidak adanya penghasilan, sementara istri dan dua anaknya harus tetap makan, maka dengan terpaksa dia memeli nasi aking. Itupun Wasdira masih harus mengutang dulu kepada tetangganya, dan dibayar setelah dia kembali bekerja menggarap sawah milik warga lain
Kondisi mengkonsumsi nasi aking yang biasanya digunakan untuk pakan ternak bebek ini, tak hanya dialami Wasdira melainkan juga oleh warga lainnya yang secara ekonomi sangat minim
Sejauh ini, beras untuk keluarga miskin (raskin, red) yang diterima tiap bulan sebenyak 8,5 Kg jelas tidak mencukupi, bahkan jumlah itu hanya bisa mengatasi makan untuk lima hari saja. Selebihnya warga pun menggantinya dengan nasi aking atau beras menir
Sementara itu, Kepala Desa Dukuh, Nurudin, tidak menampik jika ada warganya kini mengkonsumsi nasi aking atau beras menir. Kondisi itu tercipta karena warga yang sebagian besar sebagai buruh tani itu kini kehilangan mata pencahariannya karena banyak sawah yang kekeringan @ NASIMIN
